Mengolah Seonggok
Jagung
.....Seonggok jagung di kamar
tak akan menolong seorang pemuda
yang pandangan hidupnya berasal dari buku,
dan tidak dari kehidupan.
Yang tidak terlatih dalam metode,
dan hanya penuh hafalan kesimpulan,
yang hanya terlatih sebagai pemakai,
tetapi kurang latihan bebas berkarya.
Pendidikan telah memisahkannya dari kehidupan.
tak akan menolong seorang pemuda
yang pandangan hidupnya berasal dari buku,
dan tidak dari kehidupan.
Yang tidak terlatih dalam metode,
dan hanya penuh hafalan kesimpulan,
yang hanya terlatih sebagai pemakai,
tetapi kurang latihan bebas berkarya.
Pendidikan telah memisahkannya dari kehidupan.
Aku bertanya :
Apakah gunanya pendidikan
bila hanya akan membuat seseorang menjadi asing
di tengah kenyataan persoalannya ?
Apakah gunanya pendidikan
bila hanya mendorong seseorang
menjadi layang-layang di ibukota
kikuk pulang ke daerahnya ?
Apakah gunanya seseorang
belajar filsafat, sastra, teknologi, ilmu kedokteran,
atau apa saja,
bila pada akhirnya,
ketika ia pulang ke daerahnya, lalu berkata :
“ Di sini aku merasa asing dan sepi !”
Apakah gunanya pendidikan
bila hanya akan membuat seseorang menjadi asing
di tengah kenyataan persoalannya ?
Apakah gunanya pendidikan
bila hanya mendorong seseorang
menjadi layang-layang di ibukota
kikuk pulang ke daerahnya ?
Apakah gunanya seseorang
belajar filsafat, sastra, teknologi, ilmu kedokteran,
atau apa saja,
bila pada akhirnya,
ketika ia pulang ke daerahnya, lalu berkata :
“ Di sini aku merasa asing dan sepi !”
(Sajak Seonggok Jagung Oleh W. S. Rendra)
Sajak Seonggok
Jagung tersebut menunjukkan adanya generasi pendidikan kita yang kurang
produktif. Bagaimana lulusan perguruan tinggi bukan mendapat pekerjaan yang
layak, namun rasa keterasingan karena bingung dengan apa yang harus dikerjakan?
Rasa keterasingan muncul dari seorang pemuda yang jauh-jauh dari
desa untuk mencari ilmu. Akan tetapi dia hanya memikirkan tentang ilmu
pelajarannya saja seperti IPA, IPS, filsafat, teknologi, bahasa atau yang
lainnya yang berdasarkan teori dan hafalan tetapi minim penerapannya dalam
lingkungan. Akhirnya ilmu-ilmu tersebut tidak ada gunanya karena tidak dihubungkan
dengan kehidupan di masyarakat. Seorang pemuda yang tidak menguasai ilmu, tidak mendapatkan pekerjaan dan hanya menjadi parasit bagi lingkungan
hidupnya.
Pendidikan sangat
mempengaruhi generasi bangsa. Beberapa generasi tidak sempat bersekolah karena
keterbatasan ekonomi. Hidup semakin payah dan susah tanpa bekal diri. Beberapa
generasi yang mendapat kesempatan menikmati bangku sekolah, tergoda pergaulan
bebas. Terkadang mereka lalai akan tugas utama sebagai generasi penerus bangsa.
Tugas kuliah dengan mudah dibelinya. Bahkan skripsi dan tesis sudah menjadi
barang dagangan yang dihalalkan oleh pihak tertentu.
Begitulah pendidikan kita, semakin hari
semakin banyak tantangannya. Semakin tinggi jenjangnya, semakin banyak yang
harus diselesaikan. Pendidikan kita memerlukan pendidik yang tangguh dan
terampil serta siap mengolah generasi bangsa menjadi sosok-sosok yang siap
mengabdikan diri pada masyarakat.
Mahasiswa menjadi
tumpuan utama untuk memperbaiki kondisi bangsa (agen perubahan). Bukan hanya
menguasai ilmu, tetapi juga penerapannya dalam lingkungan. Mahasiswa harus
turut mengawasi roda pemerintahan agar berjalan sesuai dengan Undang-Undang
Dasar 1945 dan tetap dalam ranah demokrasi.
Peran serta mahasiswa dalam kehidupan masyarakat memerlukan kesadaran
mahasiswa akan potensi dirinya untuk membangun lingkungannya. Untuk itu
mahasiswa perlu memahami perannya sebagai mahasiswa aktif dan aktivis, agen
perubahan, pengontrol sosial, dan generasi penerus bangsa.
Mahasiswa Aktif dan Aktivis
Mahasiswa
aktif sering dikaitkan dengan perkuliahan yang baik dan hasil yang maksimal.
Sedangkan mahasiswa aktivis akan dikaitkan dengan mahasiswa yang aktif
mengikuti berbagai kegiatan kemahasiswaan di luar perkuliahan. Diantara
keduanya tentu menuai pertanyaan mana yang lebih utama antara mahasiswa aktif
atau mahasiswa aktivis?
Mahasiswa
aktif dalam perkuliahan merupakan tugas utama sebagai mahasiswa yang dituntut
untuk menguasai ilmu pengetahuan dan keterampilan. Penguasaan terhadap ilmu ini
menjadi bagian yang penting karena akan menyangkut kepada penerapan dan hasil
pencapaian terhadap ilmu tertentu. Perlu diketahui bahwa ilmu tidak hanya didapat
dari bangku kuliah. Kita dapat menggali dari perpustakaan, toko buku, museum,
atau melalui berbagai narasumber. Namun apabila kita tidak mempunyai jaringan atau
komunitas, sumber lain untuk pembelajaran akan menjadi sulit didapatkan. Begitu
pula untuk menghadapi kehidupan bermasyarakat, mahasiswa perlu menguasai mental
bermasyarakat yang baik.
Begitu
pula mahasiswa yang aktif dalam berbagai kegiatan akan mendapat kemampuan dan
keterampilan bersosialisasi dengan lingkungannya. Dengan terlibat dalam
berbagai kegiatan, secara otomatis mereka akan sering berinteraksi dengan
orang-orang di sekelilingnya. Jaringan dan komunitas yang luas tentunya akan
memudahkan mereka berinteraksi. Namun tanpa penguasaan ilmu yang baik, akan
minim kemampuan bersosialisasi.
Dengan
memperhatikan kelebihan dan kelemahan antara mahasiswa aktif dan mahasiswa
aktivis maka keduannya dianggap perlu untuk hidup berdampingan dalam diri
mahasiswa. Mahasiswa perlu menguasai ilmu pengetahuan dan keterampilan dengan
baik sehingga mudah bersosialisasi dan menerapkan ilmunya bagi lingkungannya. Mahasiswa
harus memiliki daya cipta, rasa, dan karsa yang inovatif. Selain itu, mahasiswa juga dituntut untuk
kritis, kreatif, dan konstruktif.
Mahasiswa Sebagai
Agen Perubahan
Mahasiswa sebagai agen
perubahan secara terus-menerus melakukan pergerakan-pergerakan yang mengarah
kepada perubahan keadaan yang lebih baik. Setiap permasalahan yang dihadapi
mahasiswa tentu ada penyelesaiannya. Dalam perkembangannya, para
mahasiswa menghadapi berbagai masalah yang berlarut-larut sehingga
diwariskan dari generasi ke generasi. Permasalahan tersebut diantaranya adalah
menurunnya jiwa nasionalisme, kesenjangan sosial, menurunnya moral dan akhlak,
dan semakin sulitnya akses pendidikan. Menurunnya jiwa nasionalisme menyebabkan
para generasi muda cenderung untuk menerapkan kebudayaan dari luar negeri
daripada melestarikan kebudayaan lokal atau dalam negeri. Misalnya dalam
melihat pagelaran antara pagelaran wayang dan pagelaran musik dengan
mendatangkan musisi luar negeri. Sebagian besar dari kita akan lebih memilih
pagelaran musik dunia agar terlihat mengikuti perkembangan zaman dan tidak
dianggap kurang pergaulan. Padahal sudah kita ketahui bahwa wayang merupakan
warisan leluhur bangsa kita. Wayang mengandung ajaran dan nasehat yang
disesuaikan dengan kondisi masyarakat kita. Bila hal ini terus terjadi maka kebudayaan
akan semakin hilang dari generasi ke generasi. Lalu dimana peran
mahasiswa sebagai agen perubahan? Apakah dengan merubah kebudayaan?
Perubahan itu sendiri sebenarnya dapat dilihat tatanan kehidupan bermasyarakat.
Pandangan yang menyatakan bahwa tatanan kehidupan bermasyarakat sangat
dipengaruhi oleh hal-hal bersifat materialistik seperti teknologi, misalnya AC
akan menciptakan masyarakat feodal, mesin industri akan menciptakan mayarakat
kapitalis, internet akan menciptakan menciptakan masyarakat yang informatif,
dan ideologi sebagai faktor yang mempengaruhi perubahan. Kita sebagai mahasiswa
harus bisa mensinkronkan pandangan tersebut menjadi bentuk perubahan yang
diharapkan. Kita wujudkan rasa nasionalisme yang diarahkan kepada hal-hal
positif, diantaranya dengan meningkatkan prestasi secara akademik maupun non
akademik di lingkungan sendiri, nasional maupun internasional.
Mahasiswa Sebagai Pengontrol Sosial
Mahasiswa pada dasarnya adalah
generasi yang dipersiapkan tidak hanya untuk mengabdi kepada masyarakat, tetapi
juga menjadi bagian dari masyarakat. Sebagai bagian, maka peran dan
sumbangsihnya sangat diharapkan bagi perubahan dan kemajuan masyarakatnya. Peran tersebut dapat
berupa ide maupun tindakan yang nyata.
Hingga saat ini, mahasiswa menjadi
panutan dalam masyarakat, atas dasar pengetahuannya, tingkat pendidikannya,
norma-norma yang berlaku di sekitarnya, dan pola berfikirnya. Sebagai insan
muda, mahasiswa dianggap mampu mengembangkan tatanan kehidupan bermasyarakat
dari berbagai segi. Namun, kenyataan di lapangan berbeda dari yang diharapkan,
mahasiswa cenderung hanya mendalami ilmu teori dan hafalan di bangku
perkuliahan dan sedikit sekali yang berinteraksi langsung dengan masyarakat,
walaupun ada sebagian mahasiswa yang mulai melakukan pendekatan dengan
masyarakat melalui program-program pengabdian masyarakat lewat program
kreativitas mahasiswa ataupun tugas kuliah yang menuntut observasi langsung di
masyarakat. Akan tetapi wujud interaksi dan sumbangsih yang sukarela tanpa
mengharap imbalan apapun, itu yang masih sulit dilakukan.
Mahasiswa yang acuh terhadap
masyarakat akan mengalami kerugian yang besar jika ditinjau dari segi hubungan
keharmonisan dan penerapan ilmu. Dari segi keharmonisan, mahasiswa tersebut
sudah menutup diri dari lingkungan sekitarnya sehingga muncul sikap apatis dan
hilangnya silaturrahim seiring hilangnya kepercayaan masyarakat kepada
mahasiswa. Dari segi penerapan ilmu, mahasiswa yang acuh akan menyia-nyiakan
ilmu yang didapat di perguruan tinggi, mahasiswa terhenti dalam pergerakan dan
menjadi sangat kurang kuantitas sumbangsih ilmunya pada masyarakat. Lalu jika
mahasiswa acuh dan tidak peduli dengan lingkungan, maka kepada siapa lagi
masyarakat menggantungkankan harapannya?
Mahasiswa Sebagai Generasi Penerus
Bangsa
Mahasiswa sebagai
generasi penerus bangsa, dalam prosesnya diharapkan dapat menjadi manusia-manusia tangguh yang
memiliki kemampuan dan akhlak mulia yang nantinya dapat menggantikan
generasi-generasi sebelumnya. Seluruh tatanan organisasi yang ada akan ditandai
dengan pergantian kekuasaan dari golongan tua ke golongan muda, oleh karena itu
kaderisasi harus dilakukan terus-menerus. Dunia kampus dan kemahasiswaannya
merupakan momentum kaderisasi yang sangat tepat untuk dimanfaatkan bagi mereka
yang mau berkecimpung di dalamnya.
Sejarah telah membuktikan bahwa di
tangan generasi muda perubahan-perubahan besar terjadi. Perubahan terjadi sejak
zaman nabi, kolonialisme, hingga reformasi. Pemuda menjadi garda depan perubah kondisi bangsa.
Lantas sekarang apa yang bisa
mahasiswa lakukan untuk memenuhi peran sebagai generasi penerus bangsa?
Jawabannya tak lain adalah dengan memperkaya diri kita sebagai mahasiswa dengan
berbagai pengetahuan dan keterampilan baik dari segi keprofesian maupun
kemasyarakatan, dan tak lupa untuk mempelajari berbagai kesalahan yang pernah
terjadi di generasi-generasi sebelumnya. Dengan harapan kita akan lebih bijak
menghadapi keadaan zaman.
Memperbanyak kegiatan-kegiatan
kemahasiswaan dan penguasaan ilmu akan sangat bermanfaat untuk belajar dan
mendapat pengalaman hidup bermasyarakat. Sehingga seonggok jagung pun akan
tetap dapat diolah menjadi aneka macam dan bentuk sajian, sebagaimana kita
mengolah diri untuk menghadapi lingkungan yang setiap saat mengalami perubahan.
Daftar
Pustaka
Dwiloka,
Bambang dan Rati Riana. 2005. Teknik Menulis Karya Ilmiah. Jakarta:
Rineka Cipta.
Harjito dan
Nazla Maharani Umaya. 2009. Jurus Jitu Menulis Ilmiah & Populer. Semarang:
IKIP PGRI Semarang PRESS
Keraf, Gorys. 2004. Komposisi.
Flores, NTT: 2004.
Setianingtyas, Puspa. 2010. Pendidikan moral di Era Globalisasi. Universitas Negeri
Yogyakarta dalam tugas esai mata kuliah Sosiologi-Antropologi Pendidikan.